Kisah Rian dan Laba-laba


Rian sedang berbaring di taman membaca sebuah buku. Matanya beralih dari buku yang tengah dibacanya, dan ketika ia memperhatikan sekelilingnya, ia melihat sebuah jaring laba-laba di cabang sebuah pohon. Riani bangkit dan mendekati jaring laba-laba itu, yang mulai diperiksanya dengan penuh minat. Laba-laba yang ada di dekat jaring kemudian berbicara padanya.
“Salam, teman!” kata laba-laba dengan suara kecil.
“Salam,” balas Rian, yang selalu sangat sopan. “Jaring yang kamu bikin ini betul-betul sangat menarik. Bagaimana kamu membuatnya?”
Laba-laba itu menarik napas dalam-dalam dan mulai menjelaskan. “Aku mulai dengan menemukan tempat yang tepat untuk itu. Tempatnya harus di sebuah sudut, atau di antara dua objek terdekat. Biar kujelaskan bagaimana aku membuat sebuah jaring di antara dua cabang pohon. Pertama, aku memasang benang dengan kencang pada salah satu cabang. Kemudian, aku pergi ke sisi lain sambil terus mengeluarkan benang. Ketika sudah mencapai jarak yang tepat, aku berhenti menghasilkan benang. Kemudian, aku mulai menarik benang kembali mengarah pada diriku, sampai benang itu merentang kencang. Aku memasangnya di tempatku berada. Kemudian, aku mulai memintal jaring di dalam bagian lengkung yang sudah kubuat.”
Rian kemudian berpikir sejenak. “Aku tidak pernah mampu melakukan hal-hal seperti itu. Misalnya, mengikat seutas benang dengan kencang di antara dua tembok. Sulit ‘kan mengikat benang dengan kencang?”
Laba-laba itu tersenyum padanya. “Biar kujelaskan bagaimana kau memecahkan masalah itu. Terkadang, aku membuat sebuah jaring di antara dua cabang yang jaraknya cukup panjang satu sama lain. Karena jaring-jaring semacam itu sangat besar, mereka juga betul-betul bagus untuk menjebak serangga-serangga. Namun karena jaring itu besar, berulangkali ia kehilangan tegangannya. Hal itu juga mengurangi keberhasilanku menangkap serangga. Aku pergi ke tengah jaring dan memasang seutas benang yang merentang ke bawah. Kusambungkan sebuah batu kecil ke benang ini. Kemudian aku kembali ke jaring dan mencoba menggulung benang ke atas dari tempat batu itu. Sementara batu tergantung di udara, aku memasang benang kembali dengan erat di tengah jaring. Hasilnya, karena batu di bawah pusat jaring terdorong ke bawah, jaring akan merentang tegang kembali. Begitulah caranya!”
“Wah, metode yang luarbiasa!” kata Rian, yang sangat terkesan. “Bagaimana kalian mempelajari teknik semacam itu, dan bagaimana kalian memanfaatkannya dengan baik? Laba-laba mestinya sudah melakukan hal ini berjuta tahun lamanya ...”
“Kamu benar, temanku,” laba-laba itu menyetujui. “Bodoh sekali jika berpikir bahwa kami punya kecerdasan yang memadai untuk mengatur semua ini. Adalah Allah, yang memiliki dan menciptakan segala sesuatu. Ialah yang memberiku keahlian untuk menggunakan teknik ini.”
“Jangan lupa, Rian,” laba-laba itu lantas mengingatkannya. “Bagi Allah, semua sangat mudah. Allah memiliki kekuasaan untuk menciptakan keragaman makhluk hidup dan tempat yang tak terbatas.”
“Terimakasih atas apa yang telah kaukatakan padaku,” kata Rian, anak laki-laki yang sangat sopan itu. “Sekarang aku memahami lebih baik lagi betapa berkuasanya Allah, dan betapa luarbiasanya pengetahuan yang dimilikiNya, setiap kali kulihat makhluk hidup yang diciptakanNya, juga rancanganNya nan sempurna.”

|