Daerah Endemik Sulawesi


Letak dan Cakupan Wilayah
Penyebaran burung sebaran-terbatas di Sulawesi sangat kompleks dan belum benar-benar dimengerti.  Didaerah ini dijumpai fenomena penyebaran yang menarik, di mana Sikatan Lompobattang (Ficedula bonthaina) dan Kacamata leher-kuning (Zosterops anomalus) hanya dijumpai di semenanjung Selatan, Kacamata perut-pucat (Zosterops consobrinorum) hanya dijumpai di semenanjung Tenggara, sedangkan Taktarau iblis (Eurostoppodus diabolicus) dan Sikatan Matinan (Cyornis sanfordi) hanya dijumpai di Semenanjung Minahasa.  Proses spesiasi di daerah ini tampaknya terjadi pada saat proses turun-naiknya permukaan laut dalam Era Plestosen yang memisahkan semenanjung-semenanjung yang nampak pada saat ini menjadi pulau-pulau yang terpisah.
Habitat
DBE ini mencakup tipe-tipe habitat di dataran rendah, yaitu hutan mangrove, hutan hujan dataran rendah, mintakat bawah hutan hujan pegunungan, semak-belukar, dan lahan pertanian.  Semua spesies burung sebaran-terbatas dijumpai di hutan hutan dataran rendah dan enam diantaranya hanya menghuni habitat ini.  Dua belas spesies juga memanfaatkan hutan pegunungan-bawah, sedangkan Pergam putih (Ducula luctuosa) dan Kepudang-sungu pigijau (Coracina bicolor) juga dijumpai di hutan mangrove.  Tiga belas spesies dijumpai pula di habitat-habitat sekunder dan lahan pertanian.  Tiga spesies Elang-alap kecil (Accipiter nanus), Pergam putih, dan Raja-perling Sulawesi (Basilornis celebensis), yang pada awalnya dianggap spesies pegunungan, baru-baru ini dijumpai di padang savana di Taman Nasional Rawa Aopa-Watumoha (Wardi et.al. in litt., 1995).
Kawasan Konservasi
Di Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya terdapat 51 kawasan konservasi, namun kawasan yang cukup memadai melindungi habitat alami di daerah dataran rendah terutama terletak di Sulawesi Tenggara.  Kawasan tersebut antara lain Taman Nasional Rawa-Aopa Watumohai (105.195 ha), Suaka Margasatwa Tanjung Peropa (38.937 ha), Taman Buru Dataran Rumbia (8.756 ha), SM. Buton Utara (82.000 ha) di Pulau Buton.  Kawasan lainnya yang mencakup pula habitat di dataran rendah yang penting antara lain TN. Bogani Nani Wartabone (Dumoga Bone) dan Cagar Alam Tangkoko-Batuangus di Sulawesi Utara, CA. Morowali dan SM. Sungai Sopu di Sulawesi Tengah, serta SM. Bontobahari (4.000 ha), CA. Bulu Saraung (5.690 ha) di Sulawesi Selatan.
Situasi Saat Ini
Pembangunan di Sulawesi, seperti halnya di daerah lain, terutama dilaksanakan di daerah dataran rendah.  Konversi lahan hutan terutama untuk pengembangan lahan pertanian dan perkebunan terus berlangsung.  Dengan pertimbangan bahwa hutan dataran rendah sangat penting keberadaanya untuk melestarikan spesies-spesies burung sebaran-terbatas dan kelompok satwa lainnya, kegiatan pengusahaan hutan (HPH dan HTI) perlu terus dipantau untuk menekan dampak ekologi yang akan timbul.

Seberapa besar sumbangan jaringan kawasan konservasi tehadap pelestarian spesies-spesies sebaran-terbatas di DBE ini sulit untuk dievaluasi karena data yang tersedia di semenanjung Tenggara masih sangat sedikit, sehingga informasi mengenai peranan hutan di daerah tersebut yang tumbuh di atas tanah miskin hara belum diketahui benar.  Beberapa peneliti menyatakan bahwa hutan di Morowali, yang tumbuh di daerah batu gamping, hanay dihuni oleh sejumlah kecil burung.

Pola tradisional (adat) masyarakat di beberapa daerah di Sulawesi telah dilanggar.  Hal ini memberikan ancaman terhadap Maleo senkawor, akibat lapangan tempat berbiaknya tidak lagi bersih dari vegetasi pengganggu, dan juga karena pemanfaatan telur yang pada awalnya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat di beberapa daerah tertentu, pada saat ini telah semakin meluas.